Makassar, SULSELSEHAT — Hepatitis merupakan penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh virus hepatitis, perlemakan, obat-obatan, alkohol, parasit maupun virus lainnya.
Penyakit ini dinilai sering kali dikenal sebagai “silent killer”, karena umumnya tanpa gejala, sehingga banyak orang yang tidak menyadari tengah menderita hepatitis.
Hal ini diungkapkan Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia dr Irsan Hasan dalam pemaparannya pada Webinar Nasional Kementerian Kesehatan bertajuk “Generasi Bebas Hepatitis” dalam rangka memperingati Hari Hepatitis Sedunia Tahun 2020, Rabu (29/07/2020).
dr Irsan menyebutkan, penyakit hepatitis terdiri dari hepatitis A, B, C, D dan E sementara yang masih endemis di Indonesia ada tiga jenis yakni hepatitis A, B dan C.
“9 dari 10 pengidap tidak menyadari dirinya memiliki hepatitis B bahkan C dan 1 dari 4 pengidap akan meninggal karena kanker atau gagal hati, sehingga kita katakan hepatitis ini silent killer,” kata dalam pemaparannya.
Ia mengaku, penderita hepatitis akan mengalami perjalanan dari hati sehat, hepatitis akut, hepatitis kronik, kemudian sirosis hati dengan progres sekitar 1/3 penderita hepatitis akan mengalami sirosis, dari sirosis 10-15 persen akan menjadi kanker, dan 23 persen dalam 5 tahun pengidap sirosis akan mengalami gagal hati yang berujung pada kematian.
Hanya saja meski penyakit hepatitis memiliki ancaman kematian yang tinggi, hepatitis A, B dan C bisa dicegah dan diobati. Pada Hepatitis B pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor risiko serta memberikan kekebalan dengan imunisasi aktif dan pasif.
Sementara, untuk pengobatan hepatitis B dilakukan dengan pemberian vaksin dalam jangka waktu seumur hidup. Targetnya untuk menghambat progresi virus sehingga fungsi hati semakin membaik. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/322/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Hepatitis B.
“Hepatitis B harus diberikan terapi dalam jangka waktu panjang, kalau mengalami sirosis obat harus diberikan seumur hidup, kalau tidak sirosis obat diberikan sampai target tertentu,” terangnya.
Sementara pada Hepatitis C, pencegahan dengan membudayakan gaya hidup bersih dan sehat serta menghindari faktor risiko.
Pengobatan dilakukan dengan pemberian Direct Acting Antivirus (DAA) dengan target sampai sembuh.
Pengobatan jenis ini dinilai sebagai terapi yang sangat ideal karena memiliki tingkat kesembuhan sangat tinggi, obat kombinasi oral, efek samping rendah, durasi pengobatan singkat, lebih murah, SVR tinggi dan tersedia.
“Meski ideal, banyak penderita hepatitis C yang tidak terdeteksi sehingga sangat sedikit yang diobati,” kata dr Irsan.
Lanjutnya, hepatitis A menular secara fecal oral (anus-mulut) melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi tinja seseorang yang telah terifeksi hepatitis A. Hepatitis jenis ini bisa sembuh dengan sendirinya tetapi juga dapat menimbulkan kejadian luar biasa.
Untuk itu, Hepatitis A tidak ada pengobatan khusus, upaya pengendaliannya lebih mengutamakan pencegahan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
“Gaya hidup sehat sama seperti yang selalu dianjurkan kemenkes seperti olahraga, dan makan bergizi. Kalau untuk mencegah hepatitis B dengan vaksin untuk C hindari faktor risiko seperti narkotika, jarum tato, tindik dll. Tapi kalau sudah sakit hepatitis, tidak ada larangan khusus,” ujarnya.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.