Makassar, SULSELSEHAT — Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mengambil langkah serius dalam menurunkan angka stunting.
Melalui Dinas Kesehatan, Pemprov Sulsel menurunkan sekitar 88 tenaga pendamping gizi dan konselor untuk membantu perbaikan status kesehatan masyarakat.
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah mengatakan, stunting merupakan persoalan serius yang mengancam generasi penerus bangsa.
Hasil survei Status Gizi Balita Indonesia (SGBI) tahun 2019 mencatat revelensi status balita stunting sebesar 27,7 persen sementara di Sulsel 30,5 persen atau berada di atas rata-rata nasional.
“Kondisi ini tentunya menjadi tantangan bagi kita karena Sulsel menjadi daerah lumbung pangan sementara kita memiliki relevansi stunting yang cukup tinggi,” katanya usai melepas secara simbolik tenaga pendamping pada Pelepasan Tenaga Pendamping Gizi dan Konselor Stunting Progam Gammara’na, di Best Western Hotel Makassar, Senin (03/08/2020).
Menurutnya, stunting harus mendapat perhatian khusus karena dapat menghambat pertumbuhan fisik, mental dan penurunan intelegensia atau IQ kepada anak. Sehingga berdampak bukan hanya pada tubuh yang lebih pendek saja tetapi juga kecerdasan, produktivitas dan prestasi pada anak.
“Stunting adalah gagal tumbuh pada anak karena kekurangan gizi kronis, ini terjadi sejak masa janin dua tahun pertama kehidupan. Makanya ini harus kita atasi segera karena jika tidak kita akan menghasilkan generasi yang memiliki intelegensi yang sangat rendah,” ujarnya.
Nurdin berharap, dengan diturunkannya para pendamping gizi ini dapat memberikan edukasi kepada masyarakat utamanya kepada ibu hamil untuk memiliki kesadaran bahwa penting memberikan perhatian asupan gizi kepada janin. Utamanya pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
“1000 HPK harus betul-betul mendapat perhatian khusus terutama bagi masyarakat kita yang berada di bawah ekonomi,” harapnya.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Sulsel dr Ichsan Mustari mengatakan, 88 tenaga pendamping gizi dan konselor yang diturunkan akan melakukan pendampingan di 88 desa dari 11 kabupaten/kota yang ada di Sulsel. Dimana kabupaten/kota ini merupakan daerah yang angka stuntingnya masih tinggi, antara lain di Kabupaten Bone dan Enrekang.
“Mereka akan melakukan pendampingan selama lima bulan kedepan atau hingga Desember 2020 mendatang,” katanya.
Fokus program yang akan dilakukan yakni 1.000 HPK, remaja, ibu hamil, dan bayi dua tahun (baduta).
Ichsan mengaku, dalam menurunkan angka stunting diperlukan upaya kolaborasi bersama. Sehingga selain Dinkes,organisasi perangkat daerah juga memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Mulai dari Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) dan Bappeda.
Sementara salah satu pendamping Nurul Arfiah (21) mengatakan, dirinya akan ditugaskan di Kabupaten Enrekang untuk menjalankan program-program penurunan angka stunting yang canangkan pemerintah. Misalnya memberikan edukasi kepada masyarakat, pendampingan ke ibu hamil dalam pemberian gizi yang baik dan sebagainya.
“Kita harap dengan dipilihnya kami dari hasil seleksi yang ketat bisa menjadi motivasi bagi kita untuk membantu pemerintah dalam menekan angka stunting,” ujar lulusan Politeknik Kesehatan Makassar ini.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.