Makassar, SULSELSEHAT. COM — Di masa pandemi virus corona atau Covid-19, orang dengan penyakit penyerta atau komorbid merupakan salah satu kelompok yang sangat rentan terpapar.
Oleh karenanya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menaruh perhatian serius dan khusus bagi mereka, pasalnya penyandang Penyakit Tidak Menular (PTM) terkonfirmasi Covid-19 juga berpotensi besar mengalami perburukan klinis sehingga meningkatkan risiko kematian.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakti Tidak Menular Kementerian Kesehatan dr Cut Putri Arianie mengatakan, dari data yang dihimpun oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 13 Oktober 2020, dari total kasus yang terkonfirmasi positif, sebanyak 1.488 pasien tercatat memiliki penyakit penyerta.
Di mana presentase terbanyak diantaranya penyakit hipertensi sebesar 50,5 persen, kemudian diikuti diabetes melitus 34,5 persen dan penyakit jantung 19,6 persen. Sementara dari jumlah tersebut kasus pasien yang meninggal diketahui 13,2 persen dengan hipertensi, 11,6 persen dengan diabetes melitus serta 7,7 persen dengan penyakit jantung.
Menurutnya, penyakit hipertensi merupakan penyakit katastropik yang tidak dapat disembuhkan melainkan dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko.
Pasalnya, apabila tidak dicegah dan dikendalikan akan menjadi bom waktu yang dapat menyebabkan terjadinya kasus hipertensi baru yang sangat signifikan dan berdampak pada pembiayaan jaminan kesehatan khususnya terkait penyakit katastropik.
“Hipertensi sangat mungkin dicegah dengan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat, terutama di masa pandemi ini kita harus berhati-hati dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Untuk itu pandemi Covid-19 ini bisa kita jadikan sebagai momentum untuk membudayakan gaya hidup sehat,” katanya dalam pernyataan resminya, Kamis (15/10/2020).
Untuk itu, dalam rangka mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya promotif preventif, Kementerian Kesehatan telah melakukan kegiatan monitoring dan skrining secara berkala dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui Pos Binaan Terpadu (POSBINDU).
dr Cut Putri menyebutkan, hingga kini dari 80 ribu desa secara nasional tercatat 60 ribu desa telah memiliki POSBINDU. Ke depan, ditargetkan setiap satu desa terdapat satu POSBINDU.
Kendati demikian, cakupan masyarakat untuk melakukan skrining masih sangat rendah, hal ini dikarenakan POSBINDU tidak memberikan pengobatan bagi para pasien, sehingga banyak masyarakat enggan memanfaatkannya.
“Pengobatan adanya di puskesmas, oleh karenanya kami terus memberikan edukasi dan penguatan informasi agar masyarakat mau memanfaatkan POSBINDU untuk melakukan deteksi dini secara berkala, ini kita terus dorong,” ujarnya.
Selain memanfaatkan POSBINDU, deteksi dini dapat dilakukan dengan memanfaatkan BPJS Kesehatan yang dimilikinya melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Polanis).
Secara rutin, mereka terus dipantau kesehatannya serta dapat melakukan konsultasi dengan para dokter secara online melalui tele konsultasi.
Kolaborasi keduanya, diharapkan dapat meningkatkan upaya deteksi dini, penemuan dan rujukan tindak lanjut sesuai kriteria klinis.
“Kemenkes terus mendorong masyarakat untuk melakukan skrining secara berkala, mereka bisa melakukan upaya deteksi dini secara mandiri di rumah maupun memanfaatkan program dari pemerintah yakni POSBINDU dan Polanis. Kita terus berupaya untuk bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk Dinas Kesehatan,” tutup dr Cut Putri.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.