Makassar, SULSELSEHAT – Pandemi Covid-19 masih terus berlangsung. Hingga hari ini, Selasa (16/06) total yang terkonfirmasi positif Covid-19 secara nasional mencapai 39.294 kasus, 2.198 diantaranya meninggal dunia.
Khusus di Sulawesi Selatan, jumlah kasus positif yang dilaporkan kini 2.936 orang, 129 dinyatakan meninggal dunia.
Penyakit yang penularannya antar-manusia itu, kini menjadi beban berat bagi pelayanan kesehatan di hampir setiap negara di dunia. Parahnya karena hingga kini belum ditemukan obat paten maupun vaksin untuk Covid-19.
Salah satu yang paling merasakan dampak pandemi ini adalah yang bekerja di rumah sakit atau klinik kesehatan. Dengan resiko tinggi tertular, mereka tetap menunaikan kewajiban melayani setiap pasien yang datang berobat.
Karena itu, berbagai pihak menyerukan perlunya perlindungan terhadap tenaga kesehatan dari resiko penularan Covid-19. Pasalnya, jika tenaga kesehatan terinfeksi Covid-19, maka pelayanan kesehatan bisa tidak optimal, atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
Senin (15/06) kemarin, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) melaporkan 37 orang dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19, baik yang dinyatakan positif maupun dalam status pasien dalam pengawasan (PDP).
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) juga mengonfirmasi 23 orang perawat di Indonesia yang meninggal dunia akibat Covid-19.
Angka ini tidak termasuk tenaga kesehatan, pekerja non-medis atau staf rumah sakit yang dinyatakan positif dan sedang menjalani masa karantina atau perawatan di rumah sakit.
Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Dalam Surat Edaran Menaker RI No. M/8/HK.04/V/2020 disebutkan, tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bertugas di RS termasuk dalam kategori pekerja atau tenaga kerja dengan risiko khusus spesifik yang dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja (PAK) karena Covid-19.
Hal ini pun dikonfirmasi oleh Ketua Departemen K3 FKM Unhas Yahya Thamrin, Ph.D, dalam wawancara bersama SulselSehat.com, Jumat (12/06) lalu.
“Jika ada nakes yang terinfeksi Covid-19, maka konsekuensinya untuk manajemen rumah sakit harus menyiapkan JKK,” jelasnya.
Untuk diketahui, penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang diakibatkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja, termasuk penyakit akibat hubungan kerja.
Merujuk pada Surat Edaran (SE) Menaker itu, Covid-19 dikategorikan sebagai PAK dalam klasifikasi penyakit yang disebabkan oleh pajanan faktor yang timbul dari aktifitas pekerjaan, yaitu kelompok faktor pajanan biologis.
Karena itu, tenaga kerja yang mengalami PAK akibat terinfeksi Covid-19 berhak mendapatkan manfaat program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sesuai ketentuan yang berlaku.
Pekerja Beresiko Khusus
Tenaga kerja yang dapat dikategorikan memiliki resiko khusus atau spesifik yang dapat mengalami PAK akibat Covid-19, menurut SE Kemenaker No. M/8/HK.04/V/2020 tersebut, antara lain:
Pertama, tenaga medis dan tenaga kesehatan, meliputi tenaga kerja medis dan tenaga kerja kesehatan yang bertugas merawat/mengobati pasien di RS, fasilitas kesehatan, dan atau tempat lain yang ditetapkan pemerintah untuk merawat penderita Covid-19.
Yang termasuk dalam kategori tenaga medis dan tenaga kesehatan ini adalah dokter/dokter gigi, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga teknik biomedika seperti ahli teknologi laboratorium medik, tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan masyarakat seperti epidemiolog.
Kedua, tenaga pendukung (supporting) kesehatan di rumah sakit, fasilitas kesehatan, dan atau tempat lain yang ditetapkan pemerintah untuk merawat penderita Covid-19, yaitu cleaning service, pekerja laundry, dan pekerja lainnya yang dalam pekerjaannya menghadapi resiko terpapar atau tertular Covid-19.
Ketiga, tim relawan meliputi tenaga kerja kesehatan dan non-kesehatan yang turut bertugas dalam penanggulangan Covid-19 yang ditempatkan di RS, fasilitas kesehatan, dan atau tempat lain yang ditetapkan pemerintah untuk penanggulangan Covid-19.
Jaminan Kecelakaan Kerja (JAK)
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah program pemerintah yang memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Menteri Tenaga Kerja RI Ida Fauziyah, melalui surat edaran bertanggal 28 Mei 2020 tersebut meminta kepada Gubernur di seluruh Indonesia agar memastikan tenaga kerja dengan resiko khusus yang terinfeksi Covid-19 mendapatkan manfaat JKK dari BPJS Ketenagakerjaan.
Dilansir dari situs resmi BPJS Ketenagakerjaan, hak manfaat yang diberikan dalam kepesertaan JKK, khususnya terkait dengan Covid-19 adalah pelayanan kesehatan (perawatan dan pengobatan) tanpa batasan plafon sepanjang sesuai kebutuhan medis (medical need).
Berikutnya, yang tak kalah penting adalah santunan berbentuk uang, antara lain meliputi penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan kerja/penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.
Hak manfaat kepesertaan JKK lainnya adalah program Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), berupa uang santunan yang dibayarkan kepada pemberi kerja (sebagai pengganti upah yang diberikan kepada tenaga kerja).
STMB ini diberikan selama peserta tidak mampu bekerja sampai peserta dinyatakan sembuh atau cacat sebagian anatomis atau cacat sebagian fungsi atau cacat total tetap atau meninggal dunia berdasarkan surat keterangan dokter yang merawat dan/atau dokter penasehat.
Besaran STMB adalah 6 (enam) bulan pertama diberikan sebesar 100% dari upah, 6 (enam) bulan kedua diberikan sebesar 75% dari upah dan 6 (enam) bulan ketiga dan seterusnya diberikan sebesar 50% dari upah.
Selain itu, juga ada hak manfaat untuk mendapatkan santunan kecacatan, dengan ketentuan jika cacat sebagian anatomis sebesar = % sesuai tabel x 80 x upah sebulan, cacat sebagian fungsi = % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 80 x upah sebulan dan cacat total tetap = 70% x 80 x upah sebulan.
Hak manfaat JKK yang juga bisa didapatkan adalah santunan kematian dan biaya pemakaman, dengan rincian Santunan Kematian sebesar = 60 % x 80 x upah sebulan, sekurang kurangnya sebesar Jaminan Kematian.
Sedangkan biaya pemakaman sebesar Rp3 juta. Ada pula santunan berkala selama 24 bulan yang dapat dibayar sekaligus = 24 x Rp 200.000 = Rp 4.800.000.
Surat Edaran Menaker No. M/8/HK.04/V/2020 itu juga menegaskan, jika tenaga kerja dengan resiko khusus belum terdaftar dalam program JKK BPJS Ketenagakerjaan, maka pihak pemberi kerja berkewajiban memberikan hak manfaat JKK yang sama, sesuai dengan aturan yang berlaku.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.