Makassar, SULSELSEHAT — Meledaknya jumlah pendaki yang melakukan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) RI ke-75 Tahun di Gunung Bawakaraeng, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa diwaspadai menjadi klaster baru penularan virus corona atau Covid-19.
Berdasarkan data terakhir Basarnas Makassar jumlah pendaki tercatat 15.288 orang. Mereka terbagi dibeberapa lokasi, antara lain di puncak sebanyak 5.935 orang, di Lembanna sebanyak 6.240 orang dan di Ramma-Ramma sebanyak 3.053 orang.
Ketua Pakar Epidemiologi Indonesia (PEI) Sulawesi Selatan Prof Ridwan Amiruddin mengatakan, meledaknya jumlah wisatawan termasuk di Gunung Bawakaraeng, merupakan ekspresi dari lamanya orang beraktivitas dalam rumah.
Sehingga ketika ada kebijakan pengoperasian beberapa kawasan wisata, apalagi di momentum perayaan 17 Agustus masyarakat khususnya anak-anak pencinta alam memanfaatkan hal ini dengan melakukan pendakian.
“Kita bisa pastikan dengan adanya kondisi ini maka potensi ledakan Covid-19 akan muncul kurang lebih dua pekan kedepan. Akan ada klaster-klaster pendakian,” katanya saat dikonfirmasi Sulselsehat.com, Senin (17/8/2020).
Pemicunya, menurut Prof Ridwan, karena dari sisi tempat wisata di Gunung Bawakaraeng tidak ada regulasi atau protokol yang diatur agar pendaki menegakkan protokol kesehatan yang ketat. Sehingga tentu para pendaki tersebut akan lepas kontrol.
“Hampir semua orang kalau sudah berada di kelompok-kelompok kerumunan orang cenderung abai terhadap protokol kesehatan. Inilah yang nantinya akan berdampak, ini pun akan dirasakan setelah mereka balik dari kegiatan tersebut,” ujarnya.
Menurut Prod Ridwan, dari sisi pendekatan epidemiologi kerumunan massa, jarak yang tidak terjaga, masker yang tidak disiplin digunakan, dan tidak adanya tempat mencuci tangan dipastikan berpeluang terjadinya penularan virus termasuk Covid-19.
Selain ke pendaki sendiri, penularan juga berpeluang terjadi bagi keluarga pendaki, dimana saat pulang dari rumah otomatis akan bertemu dengan keluarga yang menjadi kelompok rentan.
“Untuk mengantisipasi agar kondisi ini dapat dikontrol maka kita harapkan para pendaki yang turun dari kawasan pendakian untuk di data sehingga dapat dimonitoring pada perkembangan-perkembangan selanjutnya. Sehingga bisa segera dilakukan penindakan yang sesuai,” kata Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas ini.
Dirinya pun sangat menyayangkan tidak adanya pembatasan yang dilakukan pengelolaan kawasan Gunung Bawakaraeng terhadap pendaki.
Harusnya dengan adanya kondisi pandemi Covid-19 peserta pendaki dibatasi cukup 50 persen dari jumlah pendaki sebelum adanya Covid-19.
“Misalnya jika di tahun-tahun sebelumnya pada moment Agustusan pendaki yang melakukan perayaan di Puncak Gunung Bawakaraeng sekitar 8.000 hingga 9.000 orang maka di tahun ini cukup 50 persen saja. Jika pendaftaran sudah cukup 4.000 maka stop pendaftaran, harusnya ada ketegasan dari pengelolaan kawasan,” ujarnya.
Meski pun saat melakukan pendakian para pendaki terlebih dahulu di cek suhu tubuhnya oleh petugas di posko pendaftaran bukan menjadi hal yang dapat meminimalisir terjadinya penularan. Sebab, dengan kapasitas yang melebihi dari ambang batas tentunya petugas juga memiliki kapasitas yang terbatas.
“Pengukuran suhu misalnya, tidak mungkinkan mereka melakukan pengukuran suhu selama 24 jam, sesuai lama waktu pendakian. Dengan jumlah yang massif ini tentu banyak efek dari sisi kesehatan, pertama, imun mereka menurun, tidurnya kurang, dan asupan energinya terbatas, ini menyebabkan potensi paparan Covid-19 sangat tinggi,” ujarnya.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.