Viral Unair Temukan Obat Covid-19, Peneliti Farmasi Unhas: Belum Ada Obat Paten Untuk Virus Corona!

Gambar Gravatar
Ilustrasi Obat-obatan
Ilustrasi Obat-obatan untuk pasien Covid-19. (Foto: Piaxabay.com)

Makassar, SULSELSEHAT – Hingga saat ini belum benar-benar ditemukan obat antivirus yang dapat mengatasi virus SARS-CoV2 penyebab Covid-19. Yang ada hanya kombinasi obat-obatan dan diberikan kepada pasien sesuai gejala dan keluhan yang dirasakan.

Demikian dikatakan Yusnita Rifai, Ph.D, dosen dan peneliti di Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin kepada SulselSehat.com, Sabtu (13/06/2020) menanggapi viralnya berita penemuan obat untuk Covid-19.

JANGAN LEWATKAN :

Sebelum ini, mengutip Detik.com, Jumat (12/06), Tim Peneliti Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mengklaim telah menemukan lima kombinasi obat Covid-19 yang bisa langsung digunakan karena telah tersedia di pasaran.

Rektor Unair Prof Mohammad Nasih menyebutkan kelima regimen kombinasi obat tersebut adalah loprinavir-ritonavir-azitromisin, loprinavir-ritonavir-doxixiclin, loprinavir-ritonavir-klaritomisin, hidroksiklorokuin-azitromisin dan hidroksiklorokuin-doksisiklin.

Yusnita yang meraih gelar Ph.D tahun 2011 di Chiba University Jepang itu menegaskan bahwa yang diklaim Unair itu bukanlah temuan obat, tetapi hanya regimen obat, yakni kombinasi dosis antara obat-obatan yang sudah sering digunakan oleh dokter.

BACA:  6 Kecamatan di Makassar Masuk Zona Merah Penyebaran Covid-19

“Benar (bukan temuan obat), jadi hanya trial kombinasi dosis antara obat-obat repurposing yang sering digunakan untuk pasien Covid-19. Misalnya azithromycin yang merupakan antibiotik dikombinasikan dengan hidroklorokuin (antimalaria) dan doksisiklin (antibiotik),” kata dia.

Dia menekankan, penggunaan obat kombinasi tersebut harus dilakukan dengan hati-hati karena bisa menimbulkan sejumlah efek samping.

“Tapi ini perlu hati-hati dengan efek sampingnya sebab ada diantara obat (tersebut) yang punya indeks terapi yang sempit. (Pasien) bisa mual berat diiringi muntah,” jelas Ketua Satgas Covid-19 Farmasi Unhas itu.

Yusnita menambahkan, kombinasi obat-obat seperti diklaim Unair itu memiliki indeks terapi yang pendek dengan efek samping yang kuat.

“Jadi perlu monitoring dua kali lebih ketat kepada pasien yang diobati dengan kombinasi seperti itu,” kata dia.

Obat Paten Covid-19

Sejauh ini, kata Yusnita, obat paten untuk pengobatan Covid-19 memang belum ditemukan.

Obat paten adalah obat baru yang diproduksi serta dipasarkan oleh sebuah perusahaan farmasi yang sudah melakukan hak paten terhadap produksi obat tersebut.

BACA:  Prof Dwia Ikut Tanggapi Kajian BS Center dalam Buku Vaksin Covid-19 & Arah Pemulihan Ekonomi Indonesia

Sebuah obat paten hanya dapat diproduksi berdasarkan serangkaian uji klinis yang dilakukan perusahaan tersebut sesuai dengan aturan internasional yang berlaku.

“Olehnya, untuk kasus kegawatan, (hanya) digunakan obat off label, artinya obat dengan indikasi berbeda,” tambah peraih Timmerman Award tahun 2013 itu.

Obat off-label pada dasarnya berarti obat yang diresepkan oleh dokter di luar indikasi dalam brosur atau label yang telah disetujui oleh lembaga atau badan yang berwenang atau diberikan dalam bentuk sediaan yang berbeda dengan yang disetujui.

Obat off label tersebut, kata Yusnita, dibolehkan penggunaannya karena sudah ada izin EUA (emergency use authorization) dari FDA (food drug administration).

Virus Unik

Karakter virus SARS-CoV2 sebagai penyebab Covid-19 yang sangat berbeda dengan virus penyebab flu lainnya disinyalir menjadi penyebab mengapa obatnya masih sulit ditemukan sampai sekarang.

Yusnita menyebut, SARS-CoV2 memiliki ciri khas kekuatan afinitas yang 10-20 kali lebih tinggi daripada virus-virus penyebab flu lainnya.

BACA:  Catat! Inilah 14 Kondisi yang Tak Bisa Divaksin Covid-19

“Virus ini menempel kuat pada reseptor ACE2 yang ada pada saluran pernafasan dan paru-paru. Olehnya (itu) belum benar-benar ditemukan obat antivirus yang dapat mengatasi kekuatan penempelan tersebut,” pungkasnya.

Dikutip dari Website Farmasi UGM, ACE2 atau Angiotensin Converting Enzyme 2 adalah enzim yang menempel pada permukaan luar (membran) sel-sel di beberapa organ, seperti paru-paru, arteri, jantung, ginjal, dan usus. ACE2 bekerja mengkatalisis perubahan angiotensin II (suatu vasokonstriktor peptida) menjadi angiotensin 1-7 (suatu vasodilator).

Zhao et al (2020) menjumpai bahwa 83% sel yang mengekspresikan ACE2 adalah sel epitel alveolus tipe II (alveolar epithelial type II/AECII) yang membuat sel-sel ini seperti menjadi reservoir virus. Hal ini menjelaskan mengapa saluran nafas dan paru-paru menjadi organ yang paling rentan terdampak Covid-19.

Hingga kini, berbagai penelitian untuk menemukan obat maupun vaksin terhadap Covid-19 memang gencar dilakukan sejumlah negara, namun belum ada satupun hasil yang dipublikasikan secara resmi sebagai obat paten atau vaksin Covid-19.

Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.

INFORMASI TERKAIT