Makassar, SULSELSEHAT – Pandemi virus Corona (Covid-19) yang berkepanjangan mengakibatkan beban pelayanan kesehatan menjadi bertambah di tengah keterbatasan sumber daya dan perlengkapan.
Saat ini tidak semua rumah sakit dapat melayani pasien dengan protokol Covid-19. Akibatnya, antrian pasien mulai menumpuk, khususnya yang menderita penyakit kronis dan membutuhkan layanan medis yang tak bisa ditunda.
Salah satu yang patut mendapatkan perhatian serius adalah layanan cuci darah atau hemodialisa (HD).
Pasien-pasien gagal ginjal yang membutuhkan hemodialisa kini harus antri akibat terbatasnya rumah sakit yang bisa memberikan pelayanan dengan standar Covid-19. Padahal jumlahnya cukup banyak.
Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan, persentase penyakit ginjal kronis masih tinggi. Yaitu sebesar 3,8 persen, dengan kenaikan sebesar 1,8 persen dari tahun 2013.
Sementara data Indonesian Renal Registry (IRR) 2017 menunjukkan, jumlah pasien aktif yang menjalani hemodialisis sebanyak 77.892 orang. Sementara pasien baru adalah 30.843 orang.
Belakangan, tidak sedikit pasien HD dikabarkan meninggal dunia akibat tak sempat mendapatkan giliran hemodialisa di rumah sakit dengan protap Covid-19.
Ruang HD Bertekanan Negatif
Konsultan ginjal dan hipertensi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Unhas, Prof. Dr. dr. Haerani Rasyid, Sp.PD-KGH, Sp.GK membenarkan ihwal penumpukan pasien hemodialisa.
“Selama Covid terasa (adanya penumpukan). Kami hanya melayani pasien rawat inap saja, jadi pasien rawat jalan yang terkonfirmasi (Covid-19) harus kami rawat inapkan sementara mesin terbatas,” bebernya.
Untuk mengantisipasi hal ini, Prof Haerani mengusulkan agar fasilitas hemodialisa di rumah sakit sebaiknya dibuat bertekanan negatif sehingga tetap bisa melayani pasien.
“Idealnya semua RS yang punya unit HD harus mempunyai ruangan HD yang dibuat bertekanan negatif sehingga tidak perlu dikhawatirkan penumpukan pasien. Siapkan APD lengkap (untuk) petugasnya, Insya Allah aman,” kata dia.
Menurut Prof Haerani, saat ini layanan hemodialisa pasien terindikasi Covid-19 di Makassar hanya bisa dilakukan di RS Wahidin Sudirohusodo (RSWS) dengan 2 mesin dan RS Siloam 1 mesin.
“Untuk RS di daerah yang menjadi wilayah kerja PERNEFERI Sulsel kami jalan dengan melakukan HD pasien Covid pada siklus terakhir, biasanya malam hari kemudian mesin disterilkan lagi,” ungkapnya.
Fasilitas RO Mobile
Selain ruangan hemodialisa bertekanan negatif, Pembantu Dekan II Fakultas Kedokteran Unhas itu juga menyarankan agar fasilitas mobile reverse osmosis (RO) juga perlu disiapkan.
“RO mobile disiapkan. Sejak bulan lalu, RSWS sudah membeli 2 RO mobile dan Alhamdulillah sudah jalan unit HD untuk pasien Covid di RSWS,” jelasnya.
Untuk diketahui, proses hemodialisis atau cuci darah pada pasien gagal ginjal membutuhkan air khusus hemodialisa yang dapat diperoleh dari proses reverse osmosis (RO).
Fasilitas RO mobile atau RO portable sangat dibutuhkan agar proses hemodialisis terhadap pasien Covid dapat dipisahkan dengan pasien non-Covid.
Jika setiap rumah sakit yang memiliki fasilitas hemodialisa melengkapi diri dengan ruangan HD bertekanan negatif dan RO portable, Prof Haerani yakin penumpukan pasien cuci darah di daerah ini bisa teratasi.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.