Makassar, SULSELSEHAT — Pencegahan stunting menjadi salah satu fokus yang didorong Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam mewujudkan program Sulsel Sehat. Dimana persoalan stunting ini menjadi salah satu isu kesehatan nasional.
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah mengatakan, dalam penanganan stunting ini pemerintah menganggarkan sebesar Rp7,8 miliar.
Anggaran ini terdiri dari tiga kegiatan prioritas yaitu pendampingan intervensi gizi, penyediaan gizi untuk ibu hamil dan penyediaan micronutrient kepada anak umur 6 hingga 24 bulan.
“Dalam penanganannya kita bekerjasama Tim PK PKK provinsi. Dalam penanganan stunting ini kita juga telah mencanangkan program pendampingan gizi dan konselor stunting,” katanya kepada Sulselsehat.com, Jumat (11/9/2020).
Apalagi, Pemprov Sulsel telah menargetkan di tiga tahun mendatang atau pada 2023 nanti angka stunting dapat menurun.
“Jika di tahun ini anak stunting tercatat 30,4 persen maka di tiga tahun mendatang kita harus bisa turunkan hingga ke 14 persen,” katanya.
Ia pun berharap, dinas kesehatan dan lintas sektor lainnya untuk sama-sama bekerja dan memprioritaskan bagaimana kondisi anak stunting dapat menurun. Pasalnya, stunting ini memberikan pengaruh yang cukup besar pada perkembangan generasi kita di masa depan.
Termasuk juga peran tenaga pendamping gizi dan konselor stunting yang telah diturunkan di sejumlah kabupaten/kota. Khususnya di daerah yang angka anak stuntingnya tercatat tinggi.
“Kenapa pendampingan penting, karena kultur masyarakat kita saat ini pada umumnya menganggap remeh persoalan gizi anak ketika hamil. Makanya saya minta yang didorong di masyarakat, khususnya kepada ibu hamil yaitu persoalan 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK),” ujarnya.
Menurut Nurdin Abdullah, Sulsel khususnya daerah yang merupakan daerah lumbung pangan seharusnya tidak mengalami persoalan stunting.
Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya menjaga gizi anak sejak janin, balita dan pada fase perkembangannya kedepan.
Sehingga disinilah peran pemerintah memberikan edukasi kepada mereka. Misalnya, bagi masyarakat dengan ekonomi lemah, mereka diminta untuk memanfaatkan pekarangan rumahnya sebagai lahan perkebunan dan lainnya.
“Di desa-desa kan rata-rata pekarangan mereka luas. Disitu mereka bisa memanfaatkan untuk bisa menanam sayur, buah-buahan dan makanan lainnya yang menggandung gizi,” terangnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Sulsel dr Ichsan Mustari menjelaskan, stunting disebabkan karena tingginya angka kekurangan gizi pada masa balita dua tahun (baduta) yang disebabkan pola pengasuhan anak tidak optimal.
Kondisi ini karena rendahnya pengetahuan orangtua terhadap Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA), sanitasi lingkungan yang buruk dan penyakit infeksi yang berulang sementara tidak mendapatkan penanganan kesehatan secara optimal.
“Hal lainnya juga karena akses terhadap pelayanan kesehatan yang rendah. Dimana orangtua banyak memilih tidak membawa anaknya berobat walaupun anak berulang kali menderita penyakit infeksi,”jelasnya.
Hal penting lainnya yang menyebabkan anak stunting karena pada masa kehamilan anak tersebut kekurangan asupan gizi. Hal ini bisanya disebabkan karena faktor kemiskinan.
“Inilah kenapa persoalan stunting itu perlu kolaborasi seluruh pihak, bukan hanya menjadi tanggungjawab dinas kesehatan. Melainkan organisasi perangkat daerah lainnya. Baik dinsos, dinas pendidikan, bappeda dan lainnya,” ujarnya.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.