Makassar, SULSELSEHAT. COM — Tenaga pendamping gizi dan konselor yang diturunkan Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan di sejumlah daerah berhasil melakukan perbaikan status kesehatan masyarakat.
Salah satunya terhadap penurunan angka prevalensi stunting atau anak yang tumbuh kerdil.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan Husni Thamrin mengatakan, selama tiga bulan atau terhitung sejak Agustus hingga saat ini puluhan tenaga gizi dan konselor yang diturunkan ke daerah lokus penanganan stunting memberikan hasil maksimal. Seperti, yang ada di Kabupaten Bone dan Enrekang.
“Penanganan stunting ini merupakan program Gammara’NA yang saat ini dinilai berhasil menurunkan angka anak stunting di daerah,” katanya, Selasa (17/11/2020).
Ia menyebutkan, berdasarkan data persentase stunting di Kabupaten Bone pada 40 desa lokus sebelumnya sebesar 13,30 persen, dan saat ini turun menjadi 10,77 persen.
Begitupula dengan progress intervensi di Kabupaten Enrekang yaang sebelumnya 22,67 persen anak stunting turun menjadi 21,70 persen dari 30 desa lokus penanganan.
Menurutnya hasil yang cukup signifikan dalam hal perubahan perilaku ibu hamil dan baduta atau nak di bawah usia dua tahun karena adanya dukungan dari keluarga. Hal ini pun menunjukkan hasil membaik.
Selain itu, kata dr. Husni, tampak pula adanya penurunan persentase stunting di Kabupaten Bone dan Enrekang sebelum intervensi dan setelah intervensi berjalan hingga Oktober.
Termasuk pada program inovasi yang dicanangkan Gubernur Sulsel yakni Gammara NA dinilai memberikan dampak yang sangat signifikan kepada daerah lokus untuk mencegah stunting.
“Berdasarkan capaian selama tiga bulan pendampingan pada ibu hamil dan baduta menunjukkan bahwa program Gammara’Na memberikan dampak positif bagi masyarakat terutama pada sasarannya yakni penanganan stunting,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah mengatakan, stunting merupakan persoalan serius yang mengancam generasi penerus bangsa.
Hasil survei Status Gizi Balita Indonesia (SGBI) tahun 2019 mencatat revelensi status balita stunting sebesar 27,7 persen sementara di Sulsel 30,5 persen atau berada di atas rata-rata nasional.
“Kondisi ini tentunya menjadi tantangan bagi kita karena Sulsel menjadi daerah lumbung pangan sementara kita memiliki relevansi stunting yang cukup tinggi,” katanya.
Menurutnya, stunting harus mendapat perhatian khusus karena dapat menghambat pertumbuhan fisik, mental dan penurunan intelegensia atau IQ kepada anak. Sehingga berdampak bukan hanya pada tubuh yang lebih pendek saja tetapi juga kecerdasan, produktivitas dan prestasi pada anak.
“Stunting adalah gagal tumbuh pada anak karena kekurangan gizi kronis, ini terjadi sejak masa janin dua tahun pertama kehidupan. Makanya ini harus kita atasi segera karena jika tidak kita akan menghasilkan generasi yang memiliki intelegensi yang sangat rendah,” ujarnya.
Nurdin berharap, dengan diturunkannya para pendamping gizi ini dapat memberikan edukasi kepada masyarakat utamanya kepada ibu hamil untuk memiliki kesadaran bahwa penting memberikan perhatian asupan gizi kepada janin. Utamanya pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
“1000 HPK harus betul-betul mendapat perhatian khusus terutama bagi masyarakat kita yang berada di bawah ekonomi,” harapnya.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.