Makassar, SULSELSEHAT — Melihat kondisi penyebaran virus corona atau Covid-19 yang semakin meningkat tak terkecuali di Sulawesi Selatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Makassar berharap pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 dapat ditunda hingga situasi melandai.
“Sejak awal pandemi Covid-19 mulai mewabah, kami telah memberi masukan agar pelaksanaan pesta demokrasi di undur sampai situasi melandai. Namun pelaksanaan tetap digelar dengan alasan akan melaksanakan dengan protokol kesehatan secara ketat,” kata Humas IDI Makassar dr Wachydi Muchsin, Senin (21/9/2020).
Namun nyatanya pelaksanaan awal tahapan pilkada yakni pendaftaran pasangan calon, penerapan protokol kesehatan terkesan diabaikan oleh massa pendukung pasangan calon.
Karena itu IDI kembali angkat suara dengan memberi peringatan keras kepada para calon kepala daerah, panitia penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu agar mewaspadai klaster pilkada.

“Kita memberikan peringatan tapi tetap KPU tidak bergeming malah kesannya melonggarkan dengan mengizinkan adanya keramaian pesta musik walau dengan catatan 100 orang tapi kenyataannya lautan massa tidak bisa ditekan,” terangnya.
Ia menyebutkan, dengan kondisi tersebut IDI mencatat secara nasional sekitar 60 calon kepala daerah berdasarkan hasil pemeriksaan swab terpapar Covid-19 dan dua orang di antaranya berasal dari calon kepala daerah di Sulsel. Tak hanya itu banyaknya panitia penyelenggara pemilu baik pusat maupun daerah ikut terpapar Covid-19.
“Ketua KPU Sulsel Faisal Amir terpapar Covid-19 setelah mendampingi Ketua KPU RI, Arief Budiman dalam kunjungan kerjanya di Makassar yang juga positif Covid-19. Ini membuktikan pandemi ini masih berbahaya dan mengancam kita semua,” tegas dr Wachyudi.
Pilkada serentak 2020 akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 tercatat sebanyak 270 daerah yang akan bertarung. Khususnya di Sulsel ada 12 daerah kabupaten/kota akan menggelar pesta demokrasi ini.
Olehnya, IDI Makassar meminta agar menteri dalam negeri memberi sanksi tegas bagi pihak yang tidak mematuhi protokol kesehatan dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Mulai dari kandidat calon kepala daerah, KPU serta Bawaslu.
“Apalagi ini telah tertuang dalam Pasal 11 PKPU 6/2020 tentang pilkada dalam kondisi bencana bon-alam yakni pandemik Covid-19. Dan aturan Bawaslu pada pasal 93 UU Nomor 6 tahun 2008 tentang kekarantinaan kesehatan dan UU Nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular yang memiliki sanksi pidana 1 tahun penjara bagi yang melanggar,” ungkapnya.
Dirinya mengaku, penggunaan UU tersebut sangat di mungkin, khususnya bagi Bawaslu yang memiliki fungsi penegakan terhadap UU pemilu , pelanggaran etika, pelanggaran administrasi serta pelanggaran undang-undang dalam proses pilkada di tengah pandemi Covid-19.
Mengancam Nyawa Rakyat
Masukan IDI untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ini dengan pertimbangan bahaya klaster Pilkada yang sangat mengancam kesehatan dan nyawa banyak orang.
Misalnya, jika 270 daerah di Indonesia akan menggelar pilkada serentak artinya ada 1.468 calon kepala daerah akan melaksanakan kampanye. Dimana pada tahapan kampanye ini ada 10 titik pelaksanaan kampanye selama 71 hari atau dalam rentetan 26 September hingga 5 Desember 2020.
“Dengan kondisi ini kita khawatirkan akan menciptakan 1.042.280 titik penyebaran Covid-19 dalam waktu tersebut,” jelas dr Wachyudi.
Begitu pun jika pelaksanaan pilkada mengikuti protokol kesehatan dimana dalam aturan PKPU pelaksanaan kampanye diikuti maksimal 100 orang artinya adalah 104 juta orang dari total daerah.
Kemudian jika positivity rate Indonesia 10 persen maka 10 dari 100 orang yang hadir berpotensi positif orang tanpa gejala atau 10 x 1.042.280 titik pelaksanaan kampanye ini berpotensi memapar 10.422.800 orang.
“Ini akan menjadi bom waktu yang akan meledak dan mengancam nyawa kita semua,” ujarnya.
Belum lagi saat ini penyebaran kasus Covid-19 dipengaruhi dari klaster keluarga dan klaster perkantoran. Jika pelaksanaan pilkada akan tetap digelar maka akan semakin di per buruk dengan klaster pilkada.
“Kita pastikan perkumpulan massa tidak bisa dikontrol di setiap tahapan pilkada. Atas dasar kepentingan nyawa banyak orang saatnya pemerintah melakukan rem darurat sebab Sulsel dan Indonesia saat ini darurat Covid-19. Kondisinya belum ada tanda melandai sedikit pun,” katanya.
Ia pun berharap seluruh pemangku kebijakan agar mengambil perhatian penuh dengan kondisi tersebut.
“Kami pun mendukung harapan mantan Wakil Presiden RI, Bapak Jusuf Kalla yang meminta agar Pilkada 2020 ditunda sampai vaksin Covid-19 ditemukan. Bapak JK khawatir akan banyak pelanggaran pada saat kampanye yang rentan akan penyebaran Covid-19 ini,” tutup dr Wachyudi.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.