Makassar, SULSELSEHAT — Menteri Kesehatan Republik Indonesia Terawan Agus Putranto mengeluarkan aturan baru terkait penanganan virus corona atau Covid-19.
Dalam aturan tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 yang ditandatangani Menkes pada Senin, 13 Juli 2020 mengatur beberapa hal.
Salah satunya terkait rapid diagnostic test (RDT) yang digunakan sebagai alat pemeriksaan cepat virus corona.
Dalam aturan pada BAB IV terkait diagnostic laboratorium salah satunya membahas soal pemeriksaan menggunakan rapid test.
“Kedepannya tidak lagi diperuntukkan untuk kegunaan diagnostik,” kata Terawan dalam aturan tersebut, Rabu (15/07/2020).
Dalam aturan tersebut, pada kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR, rapid test dapat digunakan untuk skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus.
Seperti pada pelaku perjalanan (termasuk kedatangan Pekerja Migran Indonesia, terutama di wilayah Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN), serta untuk penguatan pelacakan kontak seperti di lapas, panti jompo, panti rehabilitasi, asrama, pondok pesantren, dan pada kelompok-kelompok rentan.
“WHO merekomendasikan penggunaan rapid test untuk tujuan penelitian epidemiologi atau penelitian lain. Penggunaan rapid test selanjutnya dapat mengikuti perkembangan teknologi terkini dan rekomendasi WHO,” terang Terawan dalam aturan.
Sementara, sebelum adanya aturan baru tersebut pemerintah, sejumlah epidemiolog menegaskan penggunaan rapid test dalam mendeteksi penyebaran Covid-19 tidak efesien.
Kendati begitu, selama ini Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menggunakan metode rapid test dalam mendeteksi penyebaran Covid-19. Misalnya melalui program tracking, testing dan edukasi (Trisula).
Bahkan penggunaan rapid test dengan hasil non-reaktif kini menjadi aturan dalam syarat perjalanan yang ditetapkan pada Peraturan Walikota Nomor 36 Tahun 2020.
Sebelumnya, Humas Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Halik Malik mengaku, jika ingin menggunakan rapid test sebagai langkah menekan penyebaran Covid-19 di tengah-tengah mobilitas masyarakat maka sebaiknya jenis rapid test yang digunakan adalah rapid test antigen.
“Rapid test sebaiknya yang deteksi antigen, bukan rapid tes antibodi yang digunakan pemerintah mendeteksi virus dalam tubuh,” katanya ketika dikonfirmasi Sulselsehat.com, Minggu (12/07/2020).
Pasalnya, menurut dr. Halik, rapid test antibodi tidak dapat digunakan untuk diagnosa, bahkan untuk skrining pun tidak cukup efektif.
“Rapid test antibodi bisa saja digunakan sekedar untuk menetapkan mana yang didahulukan untuk tes PCR,” ujarnya.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.