Oleh: Prof. Ridwan Amiruddin
(Ketua Tim Konsultasi Covid-19 Sulsel, Guru Besar Epidemiologi FKM Unhas)
Model kluster dalam penularan Covid-19 mulai mengalami peningkatan terutama di kota-kota besar yang menjadi pusat bisnis dan termasuk wilayah epicentrum.
Kondisi ini dialami DKI pekan ini dimana sekitar 60 perkantoran dinyatakan terpapar Covid-19 dengan jumlah kasus yang cukup besar.
Telaah epidemiologi penularannya didasarkan pada pola interaksi yang intens diantara para karyawan. Secara umum perkantoran mewajibkan karyawan bekerja sekitar 8 jam sehari dengan konsep kerja yang masih konvensional tanpa pengaturan jarak meja kerja antarkaryawan.
Pembagian model beban kerja belum diatur sedemikian rupah sehingga high contact antar karyawan dan konsumen masih tinggi.
Belum lagi tingkat kedisiplinan dalam penerapan protokol kesehatan yang masih rendah dan bersifat eksternal force, belum muncul sebagai sebuah kesadaran pribadi untuk melindungi diri dan orang lain dari penularan Covid-19.
Sebagai wilayah episentrum dengan ciri utama laju insidensi Covid-19 yang tinggi, angka fatalitas kasus yang tinggi serta positif rate yang tinggi mengindikasikan bahwa transmisi Covid-19 di Sulsel sudah berada pada level komunitas. Covid-19 sudah beredar luas di tengah masyarakat.
Estimasi peredaran Covid-19 pada kelompok umum sekitar 40% tanpa gejala. Artinya terdapat empat orang sudah terpapar Covid-19 dari setiap 10 orang warga. Tentunya angka ini sudah menunjukan bahwa penyakit tersebut tumbuh subur di tengah komunitas.
Jika kita menggunakan hukum perceive model tentang cara merespon ancaman untuk bertindak, idealnya dengan paparan informasi Covid-19 yang konfergen dari berbagai media secara massive, maka setiap orang akan terbangun kesadaran individualnya untuk bertindak secara kolektive mengontrol perkembangan Covid-19 mulai dari diri sendiri, keluarga dan meluas ke level masyarakat.
Tindakan itu tentu harus berdasarkan pada pemahaman yang benar tentang cara pencegahan dan penanganan kasus Covid-19. Sehingga usaha yang diberikan sebagai respons atas pemahaman yang benar akan memberikan dampak yang nyata.
Kembali ke soal kluster perkantoran yang cenderung bersifat elitis. Hal ini menisbatkan pada kelompok strata sosial tertentu yang relatif sebagai kelompok terdidik, terakses informasi dengan baik, kaum muda.
Mereka adalah kelompok dengan literasi Covid-19 yang cukup, kemudian menjadi kelompok terkonfirmasi positif. Tentu menggambarkan bahwa daya tular Covid-19 tidak memilih strata tertentu, termasuk strata elit.
Covid-19 adalah makhluk yang cerdik, bertumbuh dan belajar untuk tetap survive. Ia memanfaatkan kelengahan setiap orang.
Atas hal tersebut, menjadi ancaman besar bagi bangsa ini. Kasus baru terkonfirnasi akan bertumbuh dan terlaporkan setiap hari, cenderung konsisten meningkat secara gradual.
Pada saat negara lain mampu men-declare dirinya keluar sebagai pemenang terhadap episode pertama Covid-19, kita masih bersitegang dengan berbagai berita hoaks, miskoordinasi, kurangnya teladan dari otoritas dan ketidakpatuhan warga.
Mencermati hal tersebut serta melihat data trend Covid-19 untuk wilayah Sulsel dalam sepekan terakhir ini, mengindikasikan progress pengendalian yang masih on the track.
Meskipun jumlah kasus baru terkonfirmasi positif masih di kisaran seratusan. Tetapi paling tidak beberapa indikator bergerak ke index yang membaik.
Angka kesembuhan yang semakin meningkat (62%), angka kematian stabil di 3%, positif rate semakin menurun dari 15% ke sekitar 7-10%.
Begitu juga angka reproduksi kasus sudah sepekan terakhir di bawah angka satu. Per 2 Agustus angka reproduksi efektifnya sudah sebesar 0.85. Ini menempatkan Sulsel sebagai lima wilayah dengan reproduksi terendah.
Akan tetapi, hal yang paling perlu diwaspadai adalah tingginya laju insidensi Covid-19 ini, khususnya di wilayah epicentrum, termasuk Makassar.
Besaran laju insidens tersebut menggambarkan dinamika Covid-19 di populasi masih bergejolak. Hanya butuh sedikit pemicu, maka Covid ini dapat meledak setiap saat di beberapa wilayah.
Pemicu yang dimaksudkan diantaranya kerumunan yang tidak mengindahkan protokol kesehatan. sebagai contoh hasil test sektor informal di Makassar menunjukkan 30% terkonfirmasi reaktif.
Apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi hal tersebut?
1. Tim task force Penyelidikan Epidemiologi (PE) harus tetap siaga dan dipersiapkan dengan baik. Di ujung tombak layanan (FKTP) harus selalu siap melakukan tracing dari case index hingga level tersier penularan.
2. Pemastian testing secara cepat dan akurat dengan PCR, perlu mendapat perhatian serius. Untuk Sulsel masih ditemukan 90% specimen terperiksa melebihi empat hari.
Sehingga sering menimbulkan gejolak sosial dengan status pasien meninggal dengan protokol Covid-19, ternyata hasil test yang keluar kemudian dinyatakan negatip.
3. Edukasi intensif untuk meningkatkan kesadaran kolektif individu agar berperan secara bersama sama dengan tindakan yang benar menerapkan protokol kesehatan di semua tatanan.
Edukasi diharapkan dapat menyentuh semua kelompok masyarakat, bukan hanya kelompok elit tapi sampai pada kelompok marginal. Karena sehat adalah milik dan hak setiap warga negara yang harus ditunaikan.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.