Jakarta, SULSELSEHAT — Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI memastikan vaksin yang akan diberikan kepada seluruh masyarakat terjamin kehalalannya.
Pasalnya, dalam menghasilkan vaksin tersebut Kemenkes melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI dr Achmad Yurianto mengatakan, saat ini Pemerintah Indonesia telah menjalin komunikasi secara intens dengan sejumlah produsen vaksin Covid-19 di tiga negara yakni Tiongkok, London dan Swiss.
Bahkan tim gabungan telah dikirim ketiga negara tersebut. Tujuannya untuk mencari keamanan dan kehalalan bagi penduduk Indonesia.
“Kemenkes bersama KemenBUMN, Kemenko Marinvest, Kemenag, BPOM, MUI, dan Biofarma bertemu beberapa produsen yang sudah selesai melakukan uji klinis fase 3 dan telah digunakan di negaranya. Hal ini untuk memastikan vaksin ini halal digunakan untuk masyarakat kita,” katanya dalam pres rilis Persiapan vaksin Covid-19 di Indonesia secara daring, Selasa (20/10/2020).
Hingga kini tercatat ada 39 kandidat vaksin di seluruh dunia dengan perkembangan pengujian yang berbeda. Ada yang masih ditahap uji coba di laboratorium, ada yang telah masuk uji klinis fase 1 maupun 2, kemudian ada juga yang selesai uji klinis fase 3.
“Tentunya yang menjadi kandidat kuat untuk kita jajaki kerjasama saat ini adalah yang telah menyelesaian uji klinis fase 3 sehingga terjamin keamanannya,” terangnya.
Menurut dr Yuri, pemerintah telah mengidentifikasi dan menjajaki kerjasama dengan empat produsen vaksin yakni Sinovac, Sinopharm dan CanSino dari Tiongkok, kemudian AstraZeneca dari Inggris.
Dari keempat produsen tersebut, seluruhnya telah memberikan komitmen untuk mengirimkan vaksin Covid-19 bagi Indonesia.
Sementara, Wakil Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati mengatakan, sejak awal MUI telah dilibatkan dalam persiapan penggunaan vaksin Covid-19 di Indonesia termasuk Vaksin Merah Putih. Ia menilai langkah tersebut merupakan komitmen kuat pemerintah untuk memastikan sejak awal bahwa vaksin Covid-19 terjamin kehalalannya.
Ia menjelaskan, ada tiga hal penting yang harus diperhatikan untuk menentukan bahwa suatu produk dinyatakan halal.
Pertama ketelusuran atau traceability, dalam hal ini untuk mengetahui apakah produk memakai bahan-bahan yang halal dan diproduksi dengan fasilitas yang terbebas dari kontaminasi yang menyebabkan produk menjadi tidak halal.
Kedua, harus memiliki sistem jaminan halal yakni perusahaan harus memiliki komitmen yang kuat untuk menggunakan bahan, proses, fasilitas, dan prosedur yang memastikan bahwa produk yang di produksi terjamin kehalalannya.
Ketiga, otentikasi yang dibuktikan dengan uji laboratorium untuk tidak ada kontaminasi maupun kepalsuan, sehingga dapat dibuktikan kehalalannya.
Terkait dengan proses sertifikasi halal vaksin Covid-19, saat ini pihaknya masih menunggu hasil indentifikasi tim yang saat ini berada di Tiongkok, untuk selanjutnya menjadi pertimbangan apakah terbukti halal atau tidak.
“Kami masih menunggu tim yang saat ini di Tiongkok. Setelah hasilnya diperoleh, baru kemudian bisa dinilai apakah memang semua persyaratan bisa dipenuhi oleh industri vaksin tersebut,” terangnya.
Dengan sejumlah pertimbangan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen vaksin, maka keluarnya Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM dan sertifikat halal dari MUI dan Kemenag menandai bahwa produk tersebut dipastikan aman dari segi kehalalan serta tidak menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan.
“Efek samping ini tidak ada ya, tetapi kita tetap meminta data sharing dari vaksin tersebut. Kita juga telah membentuk tim untuk melakukan evaluasi dari pasca vaksinasi. Ini sudah menjadi SOP global,” katanya.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.