Makassar, SULSELSEHAT – Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin menyelenggarakan event konferensi internasional pertama yakni “The 1st International Conference on Epidemiology and Global Health (ICEGH) dalam rangka menyambut Dies Natalis FKM Unhas yang ke-41.
Konferensi internasional ini mengusung tema “Building Resilient and Strengthening Health Security for A Global Future“, berlangsung pada hari Jum’at, 3 November 2023 mulai pukul 08.30 WITA dan dilaksanakan secara hybrid yakni melalui via zoom secara online dan secara offline di Unhas Hotel and Convention, Makassar.
Konferensi Internasional ini diawali sambutan hangat oleh Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yakni Prof. Sukri Paluturi, SKM., M.Kes., M.Sc.PH., Ph.D.
Dalam sambutannya, Sukri menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh peserta konferensi yang sudah menyempatkan waktunya untuk hadir dalam kegiatan kali ini baik itu yang dapat hadir secara offline maupun online.
Sukri juga mengharapkan agar konferensi yang diadakan bisa menghadirkan solusi-solusi dalam mengatasi persoalan dalam bidang epidemiologi guna meningkatkan kesehatan global.
Pada konferensi dalam sesi kali ini bertajuk tema “Towards Comprehensive Resilience: Navigating Public Health, Disaster Mitigation, and Gender Dynamics” yang dipandu oleh moderator dari Dosen Epidemiologi FKM Unhas yakni Dian Sidik, SKM., MKM.
Menghadirkan 3 pembicara diantaranya Rebecca D Merril, Ph.D dan Dr. Becky Batagol yang hadir secara online melalui via zoom serta Prof. Dr. Jalaluddin Abdul Malek yang hadir secara offline mempresentasikan materinya di Unhas Hotel and Convention.
Rebecca D Merril, Ph.D hadir sebagai pembicara pertama yang merupakan seorang ahli epidemiologi senior untuk Tim Perbatasan Internasional di Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan merupakan direktur CDC untuk Indonesia.
Dalam presentasinya, Rebecca membawakan materi mengenai “Effective Implementation of Public Health Emergency Protocols: Lessons Learned and Future Strategies”.
Ia menyebutkan terkait 7-1-7 to Stop the next Pandemic yang dimulai dari <7 Days yang merupakan waktu untuk mendeteksi (Date of emergence hingga date of detection), <1 Days yang merupakan waktu untuk memberitahukan (dari date of detection hingga date of notification), serta <7 Days yakni waktu untuk segera merespons (mulai dari date of notification hingga date of early response completion).
Rebecca juga menyebutkan bahwa ada beberapa prinsip kunci untuk mewujudkan protokol yang sukses diantaranya adalah praktis, sederhana dan mudah dilakukan, realistis dan layak, berdasarkan kebutuhan dan efisien, memastikan penggunaan sumber daya yang adil, didorong oleh proses untuk operasionalisasi yang efektif, diuji secara berkala, melalui latihan, dan dipantau dan diperbarui.
“Implementing and improving realistic protocols for more effective pandemic preparedness can be done by ensure each sector has a clear role in detecting and responding to a public health threat, design and clarify methods to communicate and share data efficiently for each audience, and maintain routine communication and contact lists between sectors” ungkap Rebecca D Merril, Ph. D dalam presentasinya.
Tampil sebagai pembicara kedua yakni Assoc Prof Dr. Jalaluddin Abdul Malek yang merupakan dosen dari UKM Malaysia dan membawakan materi mengenai “Smart Enough Sustainable City (SESC), Strategy Alliance for Future Cities, Healthy Cities, and Recilient Cities“.
Di awal presentasinya, Prof. Dr. Djalaluddin Abdul Malek mengatakan bahwa “this discussion proposes a major national agenda to build smart, sustainable, healthy, and resilient cities and creative way that meets local development needs. SESC represent a fusion of future city branding (future cities) that integrates colonial knowledge, local wisdom, and islamic knowledge.”.
Djalaluddin menjelaskan mengenai branding konsep kota dari modern era ke post modern era. Adapun konsep modernisasi kota diantaranya adalah pertambangan (ada karena aktivitas pertambangan di daerah tersebut), kota pelabuhan (sebagai pelabuhan berbasis darat atau maritim), kota satelit (alternatif perkotaan) kota pinggiran kota baru, (menyebarkan aktivitas yang berpusat pada populasi), perkotaan pedesaan baru (untuk mengurangi migrasi penduduk ke kota-kota utama).
Sedangkan konsep untuk post modernization era diantara lain kota cerdas (TIK dalam infrastruktur perkotaan memajukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan intelektualisasi perkotaan), serta kota pintar (integrasi teknologi dalam pembangunan berbasis pengetahuan telah dilihat sebagai solusi terhadap permasalahan utama lingkungan, ekonomi dan sosial, kota sehat (untuk mitigasi terjadinya wabah penyakit di dalam kota), kota berketahanan (mendorong keselamatan publik, membantu pengurangan energi, dan mendukung kesejahteraan sosial setempat).
Kemudian dilanjutkan oleh pembicara ketiga yakni Dr. Becky Batagol yang merupakan Associate Professor bidang hukum di Monash University. Dr. Becky Batagol membawakan materi mengenai “Contemporary Issues on Family Violence and Gender“.
Dr. Becky mengutarakan bahwa “across Indonesia, 11,3% of ever partnered women aged 15-64 years report experiencing intimate partner physical and or sexual violence at least once their lifetime. More than 1 in 4 women in Australia (27%) has experienced violence at the hands of a current or former intimate partner since the age of 15 years, compared with 1 in 14 men (7,3%).”
Pada materi ini juga dijabarkan bahwa pelaporan kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga di Indonesia hanya 10% yang memilih untuk melaporkan kasusnya ke penyedia layanan selama pandemi COVID-19 dan perempuan yang berpendidikan lebih tinggi cenderung tidak melaporkan kasusnya.
Setelah ketiga pembicara membawakan materi masing-masing agenda yang dihadirkan dalam konferensi internasional kali ini adalah berupa oral presentation. Salah satu presentasi yang dibawakan pada konferensi ini bertemakan “Environmental and Occupational Health“.
Salah seorang presenter yakni Siti Nurfaizah dari STIK Tamalatea Makassar mempresentasikan topiknya yang berjudul “Factors Associated With Malaria Incidence At The Amban Community Health Center, Manokwari District, West Papua Province“.
Dari presentasi tersebut dapat diperoleh informasi bahwa jika dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat merupakan termasuk provinsi yang memiliki kasus tertinggi Malaria.
Siti NurFaizah juga memaparkan bahwa “Based on the Manokwari Regency Malaria Plan Annual Report 2019-2022 at the Amban Health Center the malaria API per 12,388 population is 22,8% (Manokwari Health Office, 2022). In 2023, laboratory examination results show that there were 282 malaria test, of which 279 cases used microscopic examination and 3 cases used the Rapid Diagnostic Test method.”
Dari presentasi ini juga dikemukakan bahwa hasil analisis regresi logistik kejadian malaria di Puskesmas Amban Kabupaten Manokwari bahwa 4 variabel yakni pengetahuan, penggunaan kelambu, penggunaan obat anti nyamuk, dan sanitasi signifikan terhadap kejadian malaria, dimana penggunaan kelambu dan sanitasi merupakan variabel yang paling kuat terhadap kejadian malaria.
Setelah oral presentation selesai, kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi beberapa menit. Kemudian, konferensi masih berlangsung dan dijadwalkan hingga 4 November 2023. [rls]
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.