Kapan Pandemi Covid-19 Berakhir dan Bagaimana Mengakhirinya

Gambar Gravatar
Pandemi COVID-19

Oleh: Prof. Ridwan Amiruddin
(Ketum Persakmi Indonesia, Ketua PAEI Sulsel)

Setiap sesuatu itu pasti ada akhirnya, kecuali akhirat yang ada awalnya dan tiada akhirnya. Jadi sepanjang masih peristiwa tentang dunia, itu pasti akan berakhir.

JANGAN LEWATKAN :

Seperti halnya tanaman, ada musimnya. Ada periode pada setiap kehidupannya; ada periode lahir, bertumbuh, matang, menua, akhirnya mati. Seperti itulah yang kita pahami bersama.

Semua hal tersebut pada dasarnya adalah peristiwa epidemiologi. Peristiwa yang terikat oleh aspek waktu dan wilayah.

Setiap peristiwa bersifat unik menurut karakteristik orang, waktu dan tempat. Atau unik dari aspek agent, host dan environment.

Bagaimana dengan pandemi Covid-19? Kapan berakhir? Jujur ini pertanyaan yang sulit dijawab. Covid-19 sudah masuk kategori kedaruratan kesehatan mastarakat.

Teori tentang outbreak konvensional tidak mampu menjelaskannya. Baik dari sisi periode inkubasinya, maupun dari aspek yang lain.

BACA:  Covid-19 dan Pelajaran Berharga Untuk Kita

Banyak modeling yang telah dibuat untuk memproyeksi trend pandemik Covid-19 ini dan semuanya menyimpang.

Covid-19 telah melewati proyeksi semua ahli, jadi tidak perlu menyalahkan program program yang sedang dijalankan oleh pemerintah. Karena tentu setiap kebijakannya telah dikaji secara matang berdasarkan resources masing masing wilayah.

Ada baiknya lebih bijak menata mindset untuk memberikan terobosan penyelesaian masalah secara lebih humanis.

Ciri utama epidemik sebelum menjadi pandemik diantaranya; peristiwa yang terjadi cenderung membentuk kluster wilayah tertentu, pada waktu yang singkat dan pada kelompok populasi tertentu pula.

Daya pembelahan sel SARS-Cov2 ini, betul eksponensial baik melalui human to human transmission maupun melalui airborne trasmission. Dengan metode transmisi ini hampir tidak bisa dibendung dengan pendekatan konvensional.

Pendekatan lockdown berbulan-bulan pada kondisi seperti ini juga belum maksimal melawan Covid-19. Melihat tingkat mutasi virus yang tinggi dan penularan yang cepat, maka pemikiran dan pendekatan out of the box yang perlu dikembangkan lebih luas.

Penguncian wilayah yang terlalu lama justru akhirnya berdampak nyata pada aspek sosial ekonomi dan ketahanan negara yang lebih luas.

BACA:  Terapkan Perbup Covid-19, Satpol PP Gowa Sidak ASN yang Tak Pakai Masker

Pemahaman terhadap karakteristik virus corona sudah semakin terbuka. Bagaimana tingkat kerentanan virus ini sendiri yang mudah luruh/hancur dengan bahan penghancur lemak semisal detergent, sabun dan alkohol.

Metode transmisinya sudah semakin jelas; baik melalui kontak antar manusia maupun melalui udara. Mode of exit dan mode entrynya melalui mulut, hidung dan mata.

Atas pemahaman tersebut maka, adaptasi terhadap pandemi ini sangat diperlukan sebelum vaksin dan obatnya ditemukan. Adaptasi yang sesuai dengan pemutusan mata rantai penularan yang sangat diperlukan.

Tingkat survival populasi terletak pada kemampuan adaptifnya. Baik adaptasi individual maupun adaptasi pada lingkungan dan aspek sosial yang lebih luas.

Bentuk adaptasi itu sudah dipahami mulai dari intervensi yang paling efektif dalam pengendalian covid-19 adalah;

1. Menjaga jarak dengan konsep kerja teleworking
2..Pengurangan jumlah staf diruang kerja.
3. Enginering control dengan menciptakan barier antar orang
4. Administrative control dengan pengaturan ulang pekerjaan yang mengurangi kontak antar orang.
5. Protection dengan wajib memakai masker.

BACA:  Diundur, Pemberlakuan Surat Bebas Covid-19 di Makassar

Menelisik kembali proses tumbuh Covid-19 di Indonesia dengan grafik pandemik yang gradual sejak bulan Maret 2020 hingga sekarang sudah sekitar lima bulan. Sementara konsep kurva pandemik berapa lama waktu menuju puncak begitu pula waktu yang dibutuhkan untuk melandai.

Hal tersebut akan berlangsung relatif lama sebelum ditemukan intervensi yang fit bersifat sistemik pada masing masing wilayah.

Prinsip dasar rekayasa sosial berbasis kultural dengan pelibatan masyarakat (community engagement) secara penuh dari awal program.

Ini berangkat dari perspektif gelombang kelima public health bahwa begitu banyak aspek tidak bisa diselesaikan dengan intervensi medicine, biologic, dan lifestyle saja tetapi sebaiknya menggunakan perspective health is culture.

Nilai-nilai yang baik dan positif dari aktifitas pengendalian harus dapat dikemas untuk direplikasi menjadi gerakan sosial cultural.

Memberikan penghargaan setiap nilai positip dalam pengendalian Covid-19 dan menjadikan nilai-nilai positif kesehatan sebagai default dalam beraktifitas.

#Makassar 13 Juli 2020

Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.

INFORMASI TERKAIT