Makassar, SULSELSEHAT — Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Zaenab yang berlokasi di Kelurahan Bontolebang, Kecamatan Galesong Utara Takalar diklaim tidak menerima pasien ibu dan anak peserta BPJS Kesehatan.
Hal ini pun dibenarkan Direktur RSIA Zaenab dr Wayabulani Idris. Menurutnya, RSIA yang resmi beroperasi pada 10 Juli 2020 lalu belum mengantongi akreditasi rumah sakit.
“Kita belum melayani pasien BPJS Kesehatan karena sampai sekarang belum terakreditasi. Sebab salah satu syarat untuk bekerjasama adalah rumah sakit kita harus terakreditasi,” katanya dikonfirmasi Sulselsehat.com, Jumat (28/8/2020).
Selain itu, untuk mengajukan permohonan akreditasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit disebutkan bahwa pemenuhan komitmen untuk rumah sakit dapat dilakukan jika rumah sakit tersebut beroperasi selama dua tahun.

“Jadi kalau dalam dua tahu sudah terpenuhi semua yang disyaratkan maka kita sudah bisa mengajukan akreditasi, termasuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,” ujarnya.
Selain belum mengantongi akreditasi RSIA Zaenab juga belum memiliki sarana dan prasarana lengkap untuk mengajukan permohonan akreditasi.
Misalnya ruang radiologi, bank darah, ruang operasi, dan beberapa sarana prasarana lainnya yang menjadi persyaratan.
“Untuk bisa kesitu harus beberapa sarananya lengkap dulu. Kita sudah mengajukan ke Dinas Kesehatan daerah untuk pengajuan alat-alat dan fasilitas lainnya. Tahun ini belum bisa karena belum ada dana DAK nya, kita target tahun depan,” tegasnya.
Hingga saat ini pelayanan yang disiapkan di RSIA Zainal yakni poli umum, poli anak, poli obgyn dan persalinan. Sementara untuk tenaga kesehatan seperti dokter semua berasal dari daerah setempat.
“Semua dokter kita berasal dari Takalar, sehingga sangat mudah kita jangkau. Memang ada dokter berdomisili di Makassar tapi hanya dua yakni dokter umum dan saya sendiri,” katanya.
Izin Pendirian Rumah Sakit
Terpisah, Pengamat Hukum Kesehatan Universitas Hasanuddin DR Sabir Alwy, SH, MH mengatakan, dalam aturannya izin pendirian rumah sakit terdiri dari dua tahap.
Tahap pertama, adalah pembangunan fisik rumah sakit harus jelas misalnya luas tanah, pemilik tanah, lingkungan sekitar rumah sakit dan lainnya. Sementara, untuk tahap kedua yaitu harus memiliki izin operasional.
Khusus untuk pengajuan izin operasional dapat dikeluarkan jika memenuhi beberapa persyaratan yang ditetapkan.
Syarat tersebut antara lain memiliki sarana dan prasarana rumah sakit, alat dan fasilitas kesehatan, serta tenaga proposional dan non proporsional. Termasuk juga didalamnya memiliki struktur organisasi rumah sakit.
“Tenaga yang dimaksud adalah tenaga proporsional seperti dokter dan perawat atau bidan. Sedangkan tenanga non proporsional seperti tenaga administratif pegawai keuangan, dan lainnya,” katanya.
Hal penting lainnya menurut Dosen Hukum Kesehatan di Fakultas Hukum Unhas ini adalah tenaga kesehatan di setiap rumah sakit sesuai jenis atau tipe rumah sakit tersebut. Termasuk pula alat-alat kesehatannya.
“Iya ini juga berpengaruh. Misalnya pada rumah sakit tipe C itu empat dasar pokoknya harus ada. Misalnya dokter anestesi, dokter anak, dokter bedah, dan dokter umum. Jika ini tidak ada maka ini tidak memenuhi persyaratan untuk di buka menjadi rumah sakit,” katanya lagi.
Terpenuhinya persyaratan ini pula menjadi penentu bisa tidaknya rumah sakit mengajukan akreditasi.
“Dalam pendirian rumah sakit yang pertama memang bukan akreditasi, akreditasi berlaku ketika rumah sakit telah beroperasi dan ingin naik tingkat. Akreditasi ini juga tergantung pengusulan tipe rumah sakit. Hanya saja akreditasi menjadi penentu kualitas dari layanan kesehatan tersebut,” tegasnya.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.