Oleh: Dr. Hisbullah (Para Relawan Indonesia)
Kemarin saya buat status tentang minimnya APD dan kerumunan orang saat evakuasi jenazah korban banjir. Banyak sekali komentar netizen yang mempertanyakan kok Corona dikaitkan dengan bencana banjir?
Baik saya jelaskan lagi. Pertama tentang APD. Kepanjangan dari APD adalah alat pelindung diri. Salah satu contoh APD adalah kaus tangan.
Jika aparat atau relawan menggunakan kaus tangan saat menarik atau mengangkat mayat dari dalam lumpur, maka mereka berusaha melindungi diri dari tertusuk benda tajam seperti duri, paku atau seng.
Jenazah itupun juga tidak bisa dikatakan steril terbebas dari penyakit sehingga orang yang memegangnya tidak perlu pake kaus tangan.
Prinsip pertama di bidang kami emergensi adalah jangan sampai ketika kita menolong orang lain justru kita yang celaka. Cukup satu saja korbannya, jangan ditambah lagi dengan si penolong.
Contoh APD yang lain adalah sepatu boot. Saat aparat atau relawan menuju rumah yang tertimbun lumpur mereka harus melintasi daerah yang berbahaya. Kaki mereka tidak punya mata untuk menghindari duri, pecahan atau palu. Kaki mereka bisa luka dan infeksi.
Faktanya adalah sebagian besar dari mereka yang menolong tidak pake kaus tangan dan sepatu boot. Fakta lainnya adalah sebagian dari pasien di UGD RS Hikmah Masamba adalah yang terluka saat menolong evakuasi.
Nah, bagi yang komen mempertanyakan perlunya APD saat evakuasi, silahkan datang sendiri jadi relawan untuk evakuasi jenazah, teman-teman di sini masih perlu bantuan Anda semua.
Selanjutnya bagaimana? Yah, sebaiknya kita bantu relawan-relawan itu agar mereka punya APD, agar mereka terhindar dari luka dan resiko tertular segala macam penyakit.
Tentang Corona di tengah bencana. Adakah virus di tengah bencaba banjir ini?
Tentu saja saya tidak berani bilang tidak ada. Penyebaran virus tidak otomatis berhenti saat ada bencana alam termasuk bencana banjir. Setiap ada kontak antar manusia, setiap ada kerumunan maka di situ selalu ada potensi penularan.
Belajar dari bencana banjir di Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Jeneponto. Saat bencana di sana berbondong-bondonglah orang, aparat dan relawan datang menolong.
Selang 2 pekan setelah bencana di Bantaeng terjadi outbreak, tiba-tiba terjadi lonjakan kasus positif Covid-19. Dari mana virusnya?
Ingat sebagian besar relawan berasal dari Makassar yang masih zona merah. Jadi tidak mustahil orang-orang yang datang ke lokasi bencana juga membawa virus, sehingga relawan yang datang harus tahu diri untuk senantiasa menggunakan protokol Covid-19 seperti memakai masker.
Kembali ke soal evakuasi dan pemulasaran jenazah. Saat jenazah itu tiba di pinggir jalan, seketika orang berkerumun ingin melihat kondisi atau mengenali jenazah siapa tahu keluarganya.
Kerumunan orang itulah yang berpotensi saling menularkan. Saat mayat sudah di dalam mobil ambulans sebagian relawan yang mengantar tidak menggunakan masker.
Ketika jenazah sampai di rumah sakit, akan ditempatkan di dalam tenda lalu disiram air menggunakan selang untuk membersihkan tubuh mayat dari lumpur.
Bersyukur bahwa petugas rumah sakit mengerti tentang proteksi diri, mereka menggunakan hazmat agar percikan air cucian campur lumpur tidak mengenai tubuh mereka.
Para petugas RS ini memakai APD alat pelindung diri, melindungi diri dari percikan air dan kemungkinan tertular berbagai macam kuman. Bisa dibayangkan jika petugas ini tidak pakai APD. Jadi keterlaluan jika ada yang komen kenapa mesti pakai APD?
Saya jelaskan apa yang saya lihat. Di dalam tenda berukuran sekitar 4×6 meter ditempatkan 4 tempat tidur. Tenda itu sebelum ada bencana banjir digunakan pihak RS untuk screening pasien.
Saat ada bencana banjir ini tenda itu berubah fungsi menjadi tempat pemulasaran jenazah. Saya melihat ada 3 jenazah di situ.
Banyak sekali orang yang berkerumun di dalam tenda dan hampir semuanya tidak pake masker. Penuh sesak, untuk lewat pun susah.
Nah pertanyaannya adalah apakah di dalam tenda kecil yang penuh manusia yang bercampur mayat tidak akan mungkin terjadi penularan virus, padahal kita berada di situasi pandemi?
Apakah jenazah yang tertimbun lumpur itu berpenyakit atau mengandung virus? Wallahu alam, tidak ada yang bisa memastikan.
Saya hanya bisa mengatakan lebih baik kita berhati-hati dengan cara memproteksi diri memakai APD minimal kaus tangan, sepatu dan masker.
Apa salahnya jika petugas yang menyelenggarakan jenazah itu pake masker, pake kaus tangan? Justru aneh jika mereka tidak pake apa-apa.
Relawan yang kelelahan, kurang istirahat, berhujan-hujan, asupan makanan seadanya sangat rentan terserang penyakit termasuk tertular virus corona. Kasihan jika banyak aparat dan relawan yang tumbang, siapa yang harus menolong korban?
Jenazah-jenazah itu juga harus diselenggarakan dengan baik dan cepat. Saat ini saya lihat, setelah jenazah dibersihkan dari lumpur, lalu diidentifikasi, dibungkus rapi lalu diserahkan kepada keluarganya.
Keluarga yang berduka pun mesti ditempatkan di area baik, terhindari dari kerumunan orang yang sebagian hanya datang untuk menonton.
Sekali lagi saat tegaskan bahwa aparat, relawan yang evakuasi dan mengelola mayat perlu dibekali dengan APD seperti kaus tangan, sepatu, masker agar mereka terhindar dari terluka, terinfeksi penyakit baik korona atau kuman lain.
Kita semua mesti berupaya untuk itu. Jadi penggunaan APD tidak otomatis berurusan dengan Covid-19. Petugas yang pake APD tidak bisa diartikan mau meng-Covid-kan orang lain atau mau meng-Covid-kan mayat.
APD adalah alat pelindung diri terhadap segala macam ancaman: luka, infeksi, tertular dan sebagainya. Bagi yang tidak mau pake APD silahkan tapi jangan mencela orang lain yang berusaha melindungi dirinya dan orang lain.
Tentang protokol kesehatan Covid-19 ditengah bencana Masamba ini, kita berharap agar kejadian outbrek atau lonjakan kasus positif corona pasaca bencana seperti di tempat lain, tidak terulang di Masamba.
Mari kita semua berupaya untuk itu. Mari kita sama berdoa agar Masamba bisa segera bisa pulih dari double bencana ini, Aamiin.
Baca berita terbaru SulselSehat langsung di email Anda, klik di sini untuk daftar gratis. Jangan lupa ikuti kami melalui Facebook @sulselsehatcom. Mau terbitkan rilis berita atau artikel opini di SulselSehat? Kirim ke email: redaksisulselsehat@gmail.com.